Model Tukang Kritik Ala Sepakbola

Desember 14, 2007 pukul 12:33 pm | Ditulis dalam Agama | 13 Komentar

Anda pernah dikritik? Suka Mengkritik? Saya yakin kedua-duanya pernah. Nah, berikut ini penggambaran mengenai model-model tukang kritik ala sepakbola. 4 model di bawah ini punya kesamaan, yaitu mengkritik.

  1. Penonton dan Supporter: Teriakannya paling keras, bahasanya cenderung bebas tanpa tedeng aling-aling, provokatif, gampang mencaci dan kalau perlu siap adu jotos. Paling pintar kalau soal mengomentari dan mengkritik para pemain/tim. Kalau timnya kalah, yang disalahkan: wasit (tidak adil), pemain (jelek), pelatih (gak jitu strateginya), tim (gak kompak), tim lawan (pake pake dukun kali). Tapi kalau ia sendiri diminta bermain di lapangan, jangankan main bola secara profesional, lari setengah lapangan saja bisa keburu pingsan duluan.

  2. Komentator: Merasa paling banyak tahu, merasa ahli dalam soal prediksi, merasa paling tahu soal taktik, pokoknya merasa paling tahu soal sepakbola. Kalau mengkritik tajam sekali. Kalau memprediksi hasil pertandingan yakin sekali, kalau ditanya soal sepakbola fasih sekali. Kalau diminta main bola? Sama seperti nomor satu, gak bisa. Kalaupun bisa, ya pas-pasan lah. Itu juga kalau komentatornya mantan pemain bola. Kalau prediksinya meleset, biasanya berujar, “bola itu bundar…”.

  3. Pemain Cadangan: Biasanya hanya duduk, sekali-sekali ikut teriak, ngedumel, ngomentarin temannya sendiri di lapangan. Kalau diminta main? Siap! Sekalipun belum tentu mainnya lebih bagus dari teman-temannya.

  4. Pelatih: Ahli strategi, bisa membangun tim, hafal sekali soal sepakbola, punya kekuasaan untuk mengambil keputusan. Kalau diminta main? Ok, siap! Asal jangan 2×45 menit saja!

Silahkan tafsirkan sendiri arti dari 4 model tukang kritik ala sepakbola di atas. Kemudian tanyakan kepada diri sendiri, kira-kira kita masuk kategori yang mana ya?

 

 

13 Komentar »

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

  1. …Sepak bola pernah ada yang melarang. Nanti disangka ngoper-ngoper …………Imam Husen. Yang penting saya bukan :
    1. Penonton dan Supporter
    2. Komentator
    3. Pemain Cadangan
    4. Pelatih.

    Wasitnya tidak ada kang ?
    Jiwiran terus…….

  2. Di kita kebanyakan tukang kritik itu adalah penonton yang teriaknya keras tapi gak nyaho apa-apa.

  3. aneh ya banyak sekali tukang kritik di sini..
    Saya gak jadi ah mau bikin universitas kritikus Indonesia heheh 🙂

  4. @ Muhammad Rachmat
    Soalnya kalau wasit tidak penah berkomentar, paling-paling berkomentar jika kena pukul penonton atau pemain…

    @ budy rahmat
    Hmmm, bisa jadi begitu, banyak tukang kritik yang sebenarnya gak bisa ngapa-ngapain…

    @ Kurt
    Hahaha, untungnya masyarakat Indonesia relatif agak lebih kuat menerima kritik, gak kaya di negara tetangga, demo dikit, main tangkep… ups! Gak ada maksud jelekin lho Kyai Kurt… 🙂
    Ide bagus, lanjutkan saja rencananya. Mudah-mudahan lulusannya adalah para sarjana kritikulogi yang seperti pemain cadangan, kritiknya bisa dipertanggungjawabkan sekaligus mampu memberikan contoh yang lebih baik, selain mengkritik juga memberikan solusi. Ya gak? Tapi, kalau universitasnya jadi dibuka, berarti ada ratusan fakultas ya? Soalnya setiap bidang memerlukan oposisi cerdas alias tukang kritik jempolan!

  5. Saya tercenung lama, sampai bolak-balik baca artikelnya. tapi akhirnya saya bisa ngerti juga. yah, begitu memang realitanya, banyak yang suka seenaknya berkritik tanpa tujuan baik. dianya sendiri gak bisa apa-apa, misalnya orang yang keras mengkritik jadi presiden, padahal dianya sendiri belum tentu bisa lebih baik. bener gak?

  6. Blognya renyah, tidak suka menghujat, dan saya ngerti artikel2nya. aku boleh copy gak?

  7. @ ram2

    Itu bedanya kometator di sini dengan yang di inggris sono.

    di sono tuh, kometator sepak bola di tipi rata2 mantan pemain beken yang pensiun. kalo disini komentatornya artis sinetron picisan 😆

  8. Retorika : Itu bedanya kometator di sini dengan yang di inggris sono.

    di sono tuh, kometator sepak bola di tipi rata2 mantan pemain beken yang pensiun. kalo disini komentatornya artis sinetron picisan

    Pendekar Berjubah Hitam : Mirip sama kamu 😆

  9. Pak, Indonesia kan jagonya di bidang komen per komenan. Jangan jangan gara gara itu makanya wordpress laris ya? Soale komennya lancar puool. 😆

  10. @ Sulanjana
    Alhamdulillah, saya gak termsuk yang suka mengkritik presiden… paling wapresnya aja sih… 🙂

    @ Retorika
    Iya, tapi tetep saja ngoyo kalau disuruh main 2 x 45 menit, boro-boro nyetak gol.

    @ Pendekar Berjubah Hitam
    Kamu juga 🙂

    @ Kalau komen masih mending, tapi yang suka berbuih-buih dengan dalil buat mengkafirkan yang lain, diuji nahwu shorof saja sudah kabur… 🙂
    WordPress laris karena dianggap sebagai media yang tepat untuk berekspresi, terutama karena GRETONG! Bangsa kita kan hobi yang gratisan… gitu kali ya…

  11. @ Pendekar berjubah hitam

    kamu pemain sinetron picisan yah? kok nyambung aja
    😆

  12. Kayanya saya jadi tukang jual kacang aja ah… 🙂
    mungkin ada manfaatnya buat yang jual maupun yang beli… 😀
    sebab jadi pemain juga di kita mah “main bolanya” suka di campur tinju… :mrgreen:

  13. […] Sumber Artikel: Aulahikmah […]


Tinggalkan Balasan ke eevooi Batalkan balasan

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
Entries dan komentar feeds.