Catatan Perjalanan 1: Membunuh “Yang Penting Gue!”
April 10, 2008 pukul 3:13 am | Ditulis dalam Agama, Akhlak, Artikel, Celotehan, Cerita, Curhat, Dakwah, Demokrasi, Humor, Islam, Manhaj, Mimpi, Pendidikan, Politik, Renungan, Umum | 50 KomentarSaya kembali mendapat perintah “aneh” dari kedua orangtua. Ini bukan kali pertama saya mendapatkan perintah “aneh” , khususnya dari bapak. Misalnya saja, pada bulan desember tahun 1994 silam, pada saat itu kebetulan tengah digelar muktamar NU ke 29 (kalau tidak salah) di Pondok Pesantren Cipasung Tasikmalaya. Saya menerima perintah “aneh” dari bapak, dimana saya diharuskan untuk memperhatikan gerak-gerik para kyai NU mulai dari caranya berbicara, berjalan, gaya berpakaian, makan, sikap saat bercengkrama dengan sesama kyai atau orang lain bahkan cara para kyai berbelanja dan menawar barang! 😆
Hasil dari “pengamatan” tersebut kemudian saya catat dengan rinci; nama kyai, asal daerah, pesantren yang diasuhnya dan lain sebagainya. Tentu saja, catatan tersebut kemudian harus saya serahkan kepada bapak.
Oh iya, kebetulan kyai yang berhasil saya amati pertama kali adalah Gus Dur, dan yang menarik perhatian saya dari beliau adalah sendalnya yang tidak soulmate, alias yang sebelah kanan dan yang kiri beda warna…
Saudara-saudara, pada postingan catatan perjalanan ini saya tidak bermaksud mengulas soal “keanehan” orangtua saya atau juga “keanehan” sendal Gus Dur. Yang akan saya ceritakan adalah soal latar belakang kenapa saya melakukan perjalanan ke beberapa daerah di Jawa Barat. “halah”.
Lagi-lagi dalam rangka melaksanakan “perintah aneh” bapak. Ya, bapak memerintahkan saya untuk melakukan perjalan ke beberapa daerah terpencil, sekaligus sowan ke pesantren-pesantren di daerah yang kebetulan saya lalui.
Awalnya saya tidak mengerti dengan maksud dan tujuannya. Sewaktu saya tanyakan kepada bapak soal tujuan dan manfaat yang akan saya peroleh dari tugas ini, beliau hanya menjawab pendek, “ambeh silaing bisa diajar hirup ti batur“. (supaya kamu bisa belajar hidup dari orang lain). 😯
“sugan ari loba panggih jeung jelema di kampung mah, sifat silaing anu sok kumaha aing bisa leungit“. (mudah-mudahan saja dengan bertemu banyak orang di daerah, sifat kamu yang suka “bagaimana saya saja” bisa hilang). Demikian bapak menambahkan alasan kenapa saya harus “pergi” untuk beberapa bulan.
Ya… Yang penting gue, atau yang penting saya. Saya akui, sikap mementingkan diri sendiri masih mencengkram kuat dalam kepribadian saya. “Yang penting gue” adalah perilaku egois, atau anani dalam bahasa akhlak Islam. Buktinya, saya masih bisa menikmati makanan dengan berbagai macam lauk pauk sambil menonton berita soal ibu dan anak yang meninggal karena tidak makan selama berhari-hari, juga anak-anak yang menderita gizi buruk. Saya juga masih dengan “senang hati” memakai BBM bersubsidi, dan merasa berat hati dengan rencana pemerintah untuk membatasi penggunaan BBM bersubsidi. 😥 Ya, saya memang sosok manusia egois, yang lebih mementingkan diri sendiri dan tidak mampu berempati dengan orang lain.
Bayangkan kalau saya kebetulan anggota DPR-RI yang membidangi masalah hutan. Mungkin sudah banyak hutan lindung yang saya loloskan dan restui untuk dialihfungsikan. Tentu saja dengan syarat kepala daerah dan atau yang berkepentingan memberi saya sekedar 3 milyar rupiah.
Bayangkan kalau saya adalah jaksa yang menangani kasus BLBI. Bayangkan kalau saya adalah anggota DPR-RI atau gubernur BI… Ya, bayangkan kalau saya yang egois ini adalah pejabat yang memiliki kekuasaan dan kesempatan untuk melakukan apa saja, “yang penting gue”.
Kata anani barangkali masih kurang akrab di telinga kita. Namun sebenarnya padanan katanya sendiri teramat sering kita dengar. Dalam kajian ilmu jiwa anani dikenal dengan istilah egoistis, yakni sikap mementingkan diri sendiri. Dalam bahasa Arab, anani atau ananiyah didefinisikan sebagai suatu sikap mementingkan diri sendiri, hanya memikirkan diri sendiri, atau menonjolkan diri serta menghubungkan semua masalah terutama dalam hal kebaikan kepada dirinya sendiri.
Mengutip penjelasan At-Tahanawi -seorang ahli filsafat dan muhaddis (ahli hadis)- dalam salahsatu kitabnya al-Kasysyaf (Pembuka Tabir), bahwa anani adalah suatu pernyataan mengenai hakikat segala sesuatu yang dihubungkan dengan diri seseorang, seperti pada pernyataan: “Inilah diriku, jiwaku, dan kekuasaanku“. Masih menurut At-Tahanawi, ungkapan seperti ini pada hakikatnya merupakan bentuk dari perbuatan syirik (mempersekutukan Allah) yang tersembunyi. Anani adalah suatu pernyataan yang mengungkapkan keadaaan hakikat dan batin bukan dalam arti yang sesungguhnya. Makna ucapan la ilaaha (Tidak ada Tuhan) sesungguhnya untuk menghilangkan sifat anani yang bersemayam dalam hati manusia.
Ketika jiwa manusia terhinggapi sikap anani atau egoistis, maka hilanglah kemampuan dirinya untuk dapat berempati kepada orang lain. Ia tidak akan mampu menyelami perasaan orang lain atau merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Hatinya akan bebal dengan segala apa yang nampak di hadapannya. Anani akan membentuk seseorang menjadi manusia berkarakter tidak peduli kepada orang lain, dan secara tidak sadar ia telah mengingkari keberadaan orang lain serta menempatkan dirinya sebagai Tuhan kecil.
Sifat anani akan muncul pada saat seseorang terlalu mencintai dirinya sehingga pada akhirnya akan menghilangkan kecintaannya pada orang lain. Hasrat untuk memenuhi kesenangan dan kebutuhan diri sendiri menjadi di atas segala-galanya. Terkadang muncullah anggapan bahwa segala apa yang ada di dunia ini adalah atas peranannya. Orang lain mendapat kebaikan karena upayanya, tidak akan ada kebaikan jika bukan atas jasanya. Kita mungkin pernah mendengar ungkapan, “Andai bukan karena saya, belum tentu dia bisa seperti sekarang.“
Seseorang yang terhinggapi penyakit anani akan membuat tolak ukur terhadap segala sesuatu berdasarkan ukuran-ukuran dirinya sendiri. Itu sebabnya anani digolongkan sebagai salah satu sikap budi pekerti yang buruk (akhlak al-madzmumah) dan sangat tercela.
Menurut Imam al-Ghazali (ahli fikih, filsafat dan tasawuf Mazhab Syafi`i), anani terjadi antara lain karena kecantikan, kekayaan, kedudukan tinggi, kepandaian dan jasa yang pernah diberikannya. Orang yang terkena sikap ini kurang menyadari bahwa segala sesuatu yang dimilikinya itu berasal dari Tuhan. Mereka juga kurang menyadari bahwa semua yang dimilikinya itu bersifat sementara dan kelak akan sirna. Imam al-Ghazali lebih lanjut mengatakan bahwa kecantikan atau ketampanan akan segera sirna sejalan dengan pertambahan usia. Demikian pula kedudukan yang dipegangnya juga akan berakhir dengan datangnya waktu yang ditentukan. Ia lebih lanjut menambahkan bahwa sikap anani itu pada hakikatnya sebagai bukti dari kurangnya wawasan dan kesadaran seseorang terhadap sesuatu yang dimilikinya. Kekurangan tersebut kemudian ditutup-tutupinya dengan bersikap egoistis.
Semoga Allah menjaga kita dari sifat tercela ini.
50 Komentar »
RSS feed for comments on this post. TrackBack URI
Tinggalkan Balasan ke r_purbasari2008 Batalkan balasan
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.
Entries dan komentar feeds.
kepatuhan menjalankan perintah orang tau termasuk salah satu sikap birrul walidain, bung ram-ram *sok tahu* btw, ttg sifat anani seringkali memang membawa manusia pada sikap takabur kalau tidak memiliki benteng spiritual yang kokoh.
Comment by sawali tuhusetya— April 10, 2008 #
Semoga Allah menjaga kita dari sifat tercela ini.
*kopipaste*
makasih Kang, saya akan ingat ini.. 😀
Comment by tukangkopi— April 10, 2008 #
Aslkm….mas, terimakasih banyak sudah ninggalan jejak di blog sy. sy senang sekali..ternyata mas sering menengok blog saya….sip..silahkan baca2… salam kenal dan salam persahabatan.
wah..tugas mas dikasih ama bapak, memang luar biasa sekali….. beliau ortu yg sangat arif dan bijak. Moga mas bisa asal ada usaha.
oke sy link ya mas.
Comment by olangbiaca— April 10, 2008 #
jadi bagaimana sendal gus dur?hihi…
_____________________________________
ini :
[…]makan enak di saat yang lain kelaparan, hutan lindung dan korup, kemudian egois[…]
rasanya kok begitu akrab, mengintip, dan menhunuskan pedang di belakang punggung, hiks.
Comment by goop— April 10, 2008 #
ass.wr.wb.
hatur nuhun atas pencerahan ini 😀
Comment by @den— April 10, 2008 #
Assalamu’alaikum
Ada dua pertanyaan bagi saya .. pertama : mengapa manusia sulit untuk ‘membunuh’ yang penting gue tersebut atau meniadakan sifat anani.
Yang kedua, kira-kira berbeda ga ya .. antara anani dengan narsis???
Comment by erander— April 10, 2008 #
Dalam diri manusia menurut saya ada sifat “egoisme” atau keakuan yang melekat ibarat prangko. Sifat ini ada pada diri saya, ustadz, kyai, pejabat, penjahat. Namun ada yang mampu menaklukkannya hingga tunduk dan patuh tetapi ada juga yang malah menjadikannya “tuan”. Yah…tergantung pemahaman masing-masing dan juga pengalaman “menaklukkan si ego”, juga kematangan berfikir. Tetapi yang menarik dari postingan akang adalah “sendal” GUSDUR , beliau benar-benar seorang demokrat sejati bahkan sendalpun tidak perlu seragam. 😀
Comment by daeng limpo— April 10, 2008 #
Ya Allah…
Kami berlindung padamu dari keburukan sifat anani…
Semoga kita digolongkan oleh Allah sebagai orang-orang yg mau mengambil pelajaran…
Salam silaturrahim mas Ram 🙂
Comment by anakku hasan— April 10, 2008 #
sebuah pencerahan akan perlunya kesadaran atas sifat diri, keegoisan atau anani seperti yang dijelaskan mas Ram, sifat yang jarang disadari oleh setiap orang, semoga diri saya pribadi dapat belajar dari pengalaman dan penjelasan mas Ram.
Terima kasih atas penjelasannya.
Comment by fery— April 10, 2008 #
Assalamualaikum,wr,wb…
wah luar biasa…
saya tidak kecantikan(cakep maksudnya), tidak kekayaan, tidak memiliki kedudukan tinggi, tidak pandai dan tidak pernah berjasa…
tapi kenapa saya *nani..maaf anani maksudnya….
Comment by syahbal— April 10, 2008 #
anani.. hmmm asal huruf ‘a’ pertamanya jangan diganti ‘o’ saja
—
Ah, saya jadi de javu dengan diri saya sendiri.. 😳
Comment by Nazieb— April 10, 2008 #
Amin juga pak , semoga Allah selalu menjauhkan kita dari sifat tercela ini dan memberi keistiqomahan dalam berbuat baik.
setuju pak ?
Comment by realylife— April 10, 2008 #
membunuh ?
bukankah pekerjaan itu sungguh perbuatan tercela ?
lagipula, apa memang kita bisa membunuh ?
“sesungguhnya bukan engkau yg melempar namun sesungguhnya akulah yg melempar …”
wakkkakkakakaaaa …
Comment by rajaiblis— April 10, 2008 #
Waduh, tulisan yang menampar-nampar. Sakit euy. 😦
Comment by danalingga— April 10, 2008 #
intinya supaya sikap anani itu tidak menghinggapi kita ya itu kita harus sadar sesuatu yang kita dimiliki di dunia yang fana ini adalah milik Allah, bahkan jiwa dan raga ini kalaupun ditanya juga milik Allah.
Comment by hanggadamai— April 10, 2008 #
Memposting otokritik seperti ini pasti membutuhkan lebih dari sekadar keberanian; sebab tidak sedikit orang yang nekad mempermalukan diri sendiri demi sensasi atau popularitas. Postingan ini adalah buah dari sikap rendah hati dan kesediaan berbagi.
Aku menggarisbawahi kata terakhir itu Kang. Untuk itu aku mengucapkan terima kasih. Postingan ini sangat menggugah.
Comment by Robert Manurung— April 10, 2008 #
Salam DAMAI dan KASIH Wak Yai Ram-Ram…
Kejadian Musa di Lembah Thuwa ( bukit Tursina ) telah mengajarkan kepada kita untuk ” NGRACUT BUSANA ” ( meluruhkan EGO kemanusiaan ) yang digambarkan/dikiaskan dengan MELEPASKAN TEROMPAH.
selengkapnya ada di http://kariyan.wordpress.com/2008/04/10/ngracut-busananing-manungso/
Nggelesod….naruh Serandhal Jepit….
Comment by Santri Gundhul— April 10, 2008 #
waduh jadi ikut merenung 😦
Comment by Landy— April 11, 2008 #
makasih sudah berbagi
sebuah puisi tentang keinginan manusia akan predikat & atribut diri yang semestinya ditanggalkan biar kita lebih mengenal diri kita sejati
..mengapa memberi syarat pada hidupmu..?
tanggalkan saja semua bajumu biar tubuh bugilmu buatku terangsang
lalu mari kita maknai ketelanjangan
engkau perempuan aku lelaki
bagai madu dengan manisnya
seperti api dengan panasnya
membiru lautmu mengalun ombakku
menghitam pekat memutih silau
menerang siang menghening malam
tapi kau malah sembunyikan molek indahmu
dengan segala atribut kosmetika palsu
yang kau impikan sebagai kemuliaan
kau khayalkan sebagai kebenaran
ayolah tanggalkan saja semua bajumu
yang hanya akan memerangkap memasung jiwamu
kan kutulis puisi di setiap lekuk tubuhmu
kulukis waktu.. saat mengada bersamamu
Comment by tomyarjunanto— April 11, 2008 #
Subhanallah, jadi teringat waktu masa sekolah dulu, semau guE, suka-suka guE, badan-badan guE, uang jajan guE, yang belajar guE dan guE-guE yang lainnya.
Tapi setelah bertambahnya usia, ngerasain kesusahan yang dialami ortu, musti cari uang sendiri, musti bantu sana-sini, jadi tambah sayang dan pengabdian. Khawatir nanti jatuh hukum karma karena anak keturuan jadi punya sikap semau guE juga. Berabe khan??? 🙄
Thank’s articlenya kanjeng Ram-Ram.
Comment by Ibn Abd Muis— April 11, 2008 #
Kalau menurut Anthony Robbins, pekerjaan mengamati itu bisa dijadikan cara untuk meniru kehebatan. Contohnya Anthony Robbins mengajari penembak jitu di Amerika dengan cara menyuruh peserta untuk menirukan cara jalan, cara makan, cara berpakaian, cara bicara, cara tidur, dan segala detail dari seorang penembak yang paling jitu. Ternyata dalam beberapa hari saja, para peserta sudah bisa menjadi penembak jitu tanpa diajari menembak oleh Anthony Robbins.
Comment by Iwan Awaludin— April 11, 2008 #
aSS..
Alhamudulillah.. ktemu media dakwah lagi
salam kenal kang
jangan lupa mapir
Comment by myviolet— April 11, 2008 #
weleh, sandal jepit beda warna? nyentrik amat.
setelah membaca postingan ini saya jadi sadar bahwa saya salah seorang “yang penting gue”. saya sering nonton berita ttg kelaparan sambil makan. huaa, tapi kira-kira apa ya yang bisa anak sekecil saya lakukan untuk membantu mereka?
Comment by missglasses— April 11, 2008 #
lagi mencari sambungannya
mana ya pak ?
Comment by realylife— April 11, 2008 #
Perintah yang bagus dari orang tuanya supaya khuruj fi sabilillah, keluar di jalan Allah belajar dari orang lain untuk senantiasa memperbaiki diri, silaturahmi merajut ukhuwah dengan Sesama dan mendekatkan diri dengan sang pencipta, Allah SWT
Comment by nexlaip— April 12, 2008 #
perintah aneh ya? 😀
Comment by r_purbasari2008— April 13, 2008 #
wah…sungguh menarik, ditunggu tentang hasil catatan ke beberapa pesantren itu pak.
Saya jadi heran, kenapa banyak ajaran mulia yang ada dalam kitab-kitab yang kita agungkan itu ternyata hanya sekedar berhenti berupa kata indah dalam ajaran moral peradaban manusia, kapan semua cerita indah tentang itu terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari ya pak? (halah!, kok saya jadi bertanya ngawur)
Comment by peyek— April 13, 2008 #
Sikap ego dan keras kepala.
Di satu sisi sebagian kita kadang mengira ini sikap yang berguna untuk menjaga percaya diri dan ketetapan pendirian (tegas). Di satu sisi ada celah2 tercela akibat dari kebablasan menerapkannya.
Untuk memahami banyak hal kita memang butuh untuk langsung menerjuninya. Menurut saya ayahanda kyai memang memberi arahan yang tepat.
Semoga Allah senantiasa melindungi kita kyai …
Amin.
Comment by Herianto— April 13, 2008 #
Saya jadi ingat tentang Hadits Nabi Muhammad SAW tentang keberadaan umat di zaman akhir yang dijangkiti oleh penyakit wahn. Saya rasa sama deh perkaranya, jadi itu berarti kita sudah hidup di zaman terakhir… :-O
Comment by Arif Budiman— April 14, 2008 #
wah kiranya tulisan ini akan berlanjut
diatas sudah disebutkan bahwa proses La ilaha adalah bentuk penghilangan ego pada diri sendiri dihadapan Allah.
masih akan disambung dengan Ilallah.
Comment by adipati kademangan— April 14, 2008 #
Wah…. Bapaknya luar biasa ya Pak….
Memberi pelajaran dengan menyuruh mengamati sekitar, tentunya akan lebih melekat di hati…
So wise……
Salam takzim buat sang Bapak…
Comment by Nin— April 27, 2008 #
aku numpang nitip link artikelku mengenai sosok Indonesia yang unik dan orisinil, seorang preman yang religius. Klik aja link ini :
terima kasih
Comment by Robert Manurung— Mei 11, 2008 #
BAGAIMANA DENGAN toleransi yaa
nyambung ga nich
Comment by ekapratiwi— Mei 15, 2008 #
” Semoga Allah menjaga kita dari sifat tercela ini “.
amiin, apakabar bung Ram.
Peci nggak ketinggalan kan ?
Comment by hadi arr— Mei 23, 2008 #
iraha mosting dei kang….?
di tunggu atuh…
—salam—
Comment by daeng limpo— Mei 24, 2008 #
numpang lewat setelah vakum
cleaner…ada baiknya kita belajar melupakan kebaikan diri sendiri. tapi, di sisi lain selalu mengingat keburukan (kesalahan) kita. katanya kan, berilah dengan tangan kanan, sedangkan tangan kiri tidak tahu.
btw, mana utangnya? muahahaha… selamat kembali kang 😀
Comment by sitijenang— Juni 2, 2008 #
Kang hati-hati juga jangan terlalu banyak lihat orang lain.
Nanti malah banyak nanya:
-Mas beli jamnya dimana bagus banget boleh dong
-Mobilnya baru lagi apa sih kehebatannya
eh ujung-ujungnya bikin bokek…….
salam kenal juga
Ditunggu kedatangannya di Airimbang.wordpress.com
Comment by H M— Juni 8, 2008 #
Amiin amiin…Ya Robbal Allamin….
Comment by Herry— Juni 10, 2008 #
Bagus amat sih muatan hikmahnya; ikut mengambil manfaat.
Comment by Ersis Warmansyah Abbas— Juli 17, 2008 #
selalu mengingatkan … syukron ya ustadz…
lama tak jumpa nih, maklum nembe tangi turu.
Comment by kurt— Agustus 21, 2008 #
Kang saiah ko jadih bingung antara anani, riya ma ga bsyukur y?
Sami kitu eta teh?
Comment by Ayam Cinta— September 10, 2008 #
aih, urang bandung geuningan? Hmm..kalo saya justru pengen diizinin berkelana. Namun berhubung sy adalah seorang akhwat, jadi weh rada dikekang sama orang tua. Padahal pengen banget 😥
Comment by Esa— September 16, 2008 #
Assalamualaikum semua..
Comment by Heavenly Colours— Oktober 23, 2008 #
Gusdur memang selalu begitu. Sandalnya sebagai umpan, dia menunggu seseorang menanyakan keanehan sandalnya, setelah itu Gus Dur akan menjelaskan hakekat dari sandal yg tidak matching itu. Begitulah Gus Dur yg saya kenal.
sudah lama saya sering mampir untuk baca2 di blog anda. abdi teh reuseup, dan sangat menghargai siapapun yg gemar “laku” prihatin, tirakat, dgn tujuan menggapai pencapaian spiritual lebih tinggi. Tuhan menciptakan makhluk, dan menciptakan pengalaman spiritual untuk masing-masing makhluknya secara berbeda-beda. Tuhan itu Esa, Tuhan dimiliki seluruh makhluk di jagad raya ini. Mereka menyembah dengan caranya masing-masing, sebanyak nafasnya.
Saya juga ikut belajar dari anda nu boga sueuer pengalaman. hatur nuhun pisan Kang..abdi haturkeun dungkap ka saung reyot abdi, kanggo nyambung paseduluran;
http://sabdalangit.wordpress.com
“membangun bumi nusantara yang berbudi-pekerti luhur”
Comment by sabdalangit— Desember 11, 2008 #
sungguh menarik, menghilangkan “ke Akuan”
Comment by Hilal Achmad— Januari 2, 2009 #
Aku. I. Gue. Saya. Ana. ……
Comment by randualamsyah— Januari 7, 2009 #
Assalammualaikum wr wb…
ikut ngobrol ya mas..
Jadi kalau gitu kalimat umum anak muda sekarang…seperti halnya “GUE BANGEEET”… kesannya seperti sirik dan sombong ya…
Hanya pada DIA ku mohon perlindungan…
Comment by yanti— April 9, 2009 #
artikelnya bagus
bermanfaat maz..
Makacih iah maz sudah berbagi ilmu lewat blog ini 😛
Comment by RaRa Wulan— Desember 17, 2009 #
‘ain’ & mim … pria’ng’an? pria’m’an?? teu asyik moal aya??? menawi masih pd ‘ain’ /// merintih & meronta, hampura
Comment by arifudin— November 4, 2010 #
allah swt adalah tuhan palsu yang ngak tahu nama perempuan pertama dan ngak tahu umur adam.
tunjukan dalilnya kalau allah swt tahu, kalau ngak tahu bukanTuhan karna Tuhan maha tahu.
Surat Al-Jasiyah Ayat 16
ﻭَﻟَﻘَﺪْ ﺁﺗَﻴْﻨَﺎ ﺑَﻨِﻲ ﺇِﺳْﺮَﺍﺋِﻴﻞَ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏَ ﻭَﺍﻟْﺤُﻜْﻢَ ﻭَﺍﻟﻨُّﺒُﻮَّﺓَ ﻭَﺭَﺯَﻗْﻨَﺎﻫُﻢْ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻄَّﻴِّﺒَﺎﺕِ ﻭَﻓَﻀَّﻠْﻨَﺎﻫُﻢْ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻌَﺎﻟَﻤِﻴﻦَ
Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Bani Israil Al Kitab (Taurat), kekuasaan dan kenabian dan Kami berikan kepada mereka rezeki-rezeki yang baik dan Kami lebihkan mereka atas bangsa-bangsa (pada masanya).
Bani Israil diberikan kekuasaan dan kenabian.
Tunjukan dalilnya kalau allah swt berkata bangsa arab diberikan kekuasaan dan kenabian ?
Para nabi asli bani Israil, Tuhanya dalam bahasa Ibrani YHVH, tidak ada allah dalam Taurat Ibrani karna allah bukan Tuhan.
Surat Maryam Ayat 17
ﻓَﺎﺗَّﺨَﺬَﺕْ ﻣِﻦْ ﺩُﻭﻧِﻬِﻢْ ﺣِﺠَﺎﺑًﺎ ﻓَﺄَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎ ﺇِﻟَﻴْﻬَﺎ ﺭُﻭﺣَﻨَﺎ ﻓَﺘَﻤَﺜَّﻞَ ﻟَﻬَﺎ ﺑَﺸَﺮًﺍ ﺳَﻮِﻳًّﺎ
maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna.
Jibril cuma satu menjadi manusia.
Tuhan kristen cuma satu menjadi manusia.
Tuhan menjadi manusia yaitu Yesus.
Comment by NN— November 20, 2021 #